Search

Penyelesaian IA-CEPA Perlu Disambut Pelaku Usaha

  Dengarkan Berita Ini

Jakarta: Perundingan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) tak lama lagi bakal rampung. Langkah peningkatan perdagangan terbatas dari kedua negara ini perlu langsung dimanfaatkan pelaku usaha.
 
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Dody Edward mengatakan pihaknya terus menjalin kerja sama dengan Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI Canberra dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Sydney untuk sosialisasi progres dan capaian perundingan tersebut. Kampanye juga disampaikan pada saat agenda Trade Expo Indonesia (TEI) ke-34 di International Convention Exhibition (ICE), Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten. “Selain dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan pemanfaatan IA-CEPA, kegiatan ini sengaja digelar dengan memanfaatkan momentum TEI 2019. Hal tersebut diharapkan dapat semakin mendorong peningkatan perdagangan dan investasi Indonesia-Australia,” kata Dody melalui keterangan tertulis, Senin, 21 Oktober 2019.

Sosialisasi tersebut melibatkan para panelis seperti Direktur Perundingan Bilateral Ni Made Ayu Marthini, Wakil Ketua KADIN sekaligus Wakil Ketua APINDO Shinta Kamdani, dan General Manager ASEAN and Senior Trade and Investment Commissioner Austrade Jakarta Sally Ann Watts. Ditampilkan pula kisah sukses dari Livingstone International Pty Ltd dan PT Mainest Gaya Kreatif sebagai pelaku usaha yang sukses berbisnis dengan mitra di Australia. “Saat ini IA-CEPA sedang dalam proses ratifikasi di kedua negara dan ditargetkan akan selesai akhir tahun 2019. IA-CEPA diharapkan dapat membantu para pelaku usaha menembus pasar Australia dan mengembangkan economic powerhouse sehingga kalangan usaha Indonesia dapat berkompetisi di pasar negara ketiga lainnya,” ungkapnya.
 
Perjanjian IA-CEPA telah ditandatangani Menteri Perdagangan RI dan Menteri Perdagangan, Investasi dan Pariwisata Australia pada 4 Maret 2019. Cakupan IA-CEPA yakni perdagangan barang meliputi aspek nontarif, berbagai measures, ketentuan asal barang, prosedur bea cukai dan fasilitasi perdagangan, hambatan teknis perdagangan, sanitasi dan fitosanitasi; perdagangan jasa yang meliputi ketenaga kerjaan, jasa keuangan, telekomunikasi, jasa profesional; investasi; perdagangan elektronik; kebijakan daya saing; kerja sama ekonomi; serta ketentuan kelembagaan dan kerangka kerja.
 
Adapun Australia merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ke-17 dan negara sumber impor nonmigas ke-8 bagi Indonesia. Total perdagangan Indonesia-Australia pada 2018 sebesar USD 8,6 miliar.
 
Dengan ekspor Indonesia tercatat senilai USD 2,8 miliar dan impor sebesar USD 5,8 miliar, Indonesia memang defisit sebesar USD3 miliar. Namun demikian, dari 10 besar komoditas impor Indonesia dari Australia mayoritas merupakan bahan baku atau bahan penolong industri, seperti gandum, batu bara, bijih besi, alumunium, seng, gula mentah, serta susu dan krim.
 
Produk ekspor utama Indonesia ke Australia pada 2018 adalah minyak bumi senilai USD636,7 juta; kayu dan furnitur senilai USD214,9 juta; panel LCD, LED, dan panel display lainnya senilai USD100,7 juta; alas kaki senilai USD96,9 juta; serta ban senilai USD61,7 juta. Sedangkan, produk impor utama Indonesia dari Australia adalah gandum senilai USD639,6 juta; batu bara senilai USD632 juta; hewan hidup jenis lembu senilai USD573,9 juta; gula mentah atau tebu lainnya senilai USD314,7 juta; dan bijih besi dan bijih lainnya senilai USD209,3 juta.
 
Nilai investasi Australia di Indonesia pada 2018 mencapai USD 597,4 juta dengan 635 proyek terdiri lebih dari 400 perusahaan Australia yang beroperasi di berbagai sektor. Sektor tersebut antara lain pertambangan, pertanian, infrastruktur, keuangan, kesehatan, makanan, minuman, dan transportasi.


https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/ybD08aqb-penyelesaian-ia-cepa-perlu-disambut-pelaku-usaha
Ilham Wibowo

** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini.

  • Share