Nurdin mengatakan kepentingan ekonomi nasional harus menjadi pijakan dan orientasi kebijakan perekonomian nasional
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid. (Tim News).
Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid menggaungkan Indonesia First sebagai wujud Nasionalisme Ekonomi Indonesia di tengah kelesuan dan tekanan ekonomi global. Ia menegaskan, semangat nasionalisme ekonomi itu harus diwujudkan dengan keberpihakan regulasi perdagangan pada kepentingan nasional, pelaku UMKM, dan penguatan ekspor nasional.
Hal itu dikatakan Nurdin Halid dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu 16 Juli 2025 lalu.
“Kalau Amerika mengusung America First, kita juga harus berani menggaungkan Indonesia First. Kepentingan ekonomi nasional harus menjadi pijakan dan orientasi kebijakan perekonomian nasional, termasuk regulasi dan kebijakan pokok Kementerian Perdagangan. Bahkan kita bisa kembali ke prinsip Trisakti Bung Karno: berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” ujar Nurdin Halid dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025).
Nurdin Halid menyebut spirit nasionalisme ekonomi juga sering digelorakan Presiden Prabowo Subianto. Dia menyebut tiga modal besar yang dimiliki Indonesia dalam menerapkan Indonesia First menuju Ekonomi Berdikari.
Ideologi Pancasila
Modal pertama, Indonesia memiliki ideologi Pancasila dan Sistem Ekonomi Pasal 33 UUD 1945 serta Tap MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
“Modal pertama kita ialah Pancasila dan Sistem Ekonomi Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan ‘keadilan sosial’ dan ‘kekayaan alam’ sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat’. Dan, Tap MPR Nomor XVI Tahun 1998 secara tegas menempatkan UMKM dan koperasi sebagai pelaku utama ekonomi nasional, bukan sekadar pelengkap pasar," kata Nurdin.
Wujud nyata Ekonomi Konstitusi itu antara lain kebijakan hilirisasi sumber daya alam, keberadaan 100 lebih BUMN dan 800-an subholdingnya yang kini dinaungi Danantara. Indonensia juga memiliki 150 ribu koperasi dan kini ditambah lagi 80.000 Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih.
Modal kedua, Indonesia kaya sumberdaya alam dan budaya, baik jumlah maupun keragamannya. “Kekayaan sumber daya alam dan budaya ini memberikan keunggulan komparatif di pasar global. Dalam hal ini, banyak negara pasti butuh produk khas dari negara kita,” jelas Nurdin.
Modal ketiga, jumlah penduduk yang besar, baik sebagai produsen maupun konsumen (pasar). Apalagi, Indonesia kini sedang menikmati bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah penduduk non-produktif (anak-anak dan orang lanjut usia).
“Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah saja berjumlah 62 juta orang yang bisa memproduksi beragam hasil pertanian, kehutanan, ikan, kerajinan tenun dan ukir, peralatan rumah tangga, makanan dan minuman olahan, dan lain-lain. Misalnya, data Semester I Tahun 2025, penjajakan ekspor UMKM kita mencapai Rp 1,41 triliun. Potensinya besar sekali jika dikelola dengan maksimal,” ujar Nurdin.
Nurdin Halid meyakini, kemandirian ekonomi nasional bisa terwujud karena sejalan dengan visi besar dan komitmen kuat Presiden Prabowo Subianto yang berpegang teguh pada Ekonomi Konstitusi Pasal 33 berdasarkan ideologi Pancasila.
“Rakyat Indonesia bersyukur karena lahir pemimpin nasional yang memiliki visi dan komitmen kuat menjalankan Ekonomi Konstitusi yang tergambar dalam Asta Cita. Pak Prabowo selalu menegaskan visi dan misinya tentang ketahanan pangan dan energi yang bermuara pada kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Nurdin.
Hilirisasi Kekayaan Alam
Ia menyebut beberapa kebijakan strategis pemerintahan Prabowo seperti melanjutkan program hilirisasi kekayaan alam untuk mendatangkan nilai tambah sehingga Indonesia tidak lagi mengandalkan ekspor bahan mentah dengan harga murah. Transformasi BUMN juga dipercepat dan diefektifkan dengan membentuk BPI Danantara sebagai super holding.
Sementara pembentukan 80 ribu Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih bertujuan untuk menggerakkan ekonomi rakyat di akar rumput seperti petani, peternak, nelayan, pengrajin, pedagang kecil yang tersebar di desa-desa dan kota-kota seluruh Indonesia. Mereka yang berjumlah lebih dari 62 juta adalah pelaku usahaberskala UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional karena mampu menyerap mayoritas tenaga kerja dan menyumbang signifikan terhadap PDB.
“Kehadiran Kopdeskel Merah Putih yang digagas Presiden Prabowo diharapkan bisa mengatasi persoalan 62 juta lebih UMKM, terutama akses terhadap modal, teknologi, dan pasar masih menjadi hambatan yang memerlukan keberpihakan negara. Jadi, Kopdeskel MP hadir untuk mendorong UMKM naik kelas," imbuhnya.
Nurdin juga menyoroti isu terbaru yaitu keberhasilan Presiden Prabowo memimpin diplomasi perdagangan Indonesia, khususnya terkait penurunan tarif ekspor ke Amerika Serikat. Meski angka penurunan hanya mencapai 19% dan impor produkAS ke Indonesia menjadi 0%, namun pencapaian tersebut sebagai sinyal positif.
“Setidaknya, keberhasilan diplomasi itu menujukkan kepemimpinan Pak Prabowo dan strategi Pemerintah di tengah dinamika ekonomi global yang lesu dan penuh ketidakpastian akibat perang, ketegangan regional, dan perang tarif,” tutut Nurdin.
Di tengah kelesuan ekonomi global dan perang dagang itulah, Nurdin Halid memandang peran strategis Kementerian Perdagangan. Di area hulu, Kemendagmenjadi motor penggerak bagi kementerian/lembaga, BUMN, swasta nasional dan UMKM dalam meningkatkan produk bermutu dan berdaya saing di pasar global.
Di area hilir, Kemendag mengeluarkan dan mengawasi regulasi terkait urusan impor dan ekspor. Selain itu, Kemendag tentu bertanggungjawab mempromosikan dan membuka akses pasar internasional bagi produk-produk dalam negeri. Dalam hal ini, Kemendag menjadi lokomotif yang menarik produk dalam negeri masuk ke pasar internasional.
“Jadi strategi makronya, Kemendag mendorong beragam produksi dalam negeri yang berdaya saing di pasar global. Pada saat yang sama, Kemendag memperhebat promosi dagang di luar negeri serta memperkuat regulasi seperti Permendag untuk melindungi produsen dan konsumen atau pasar dalam negeri,” ujar Nurdin.
Keberatan dengan Regulasi Menyulitkan Pelaku Usaha
Dalam kaitan itu, Nurdin mengemukakan keberatan terhadap sejumlah regulasi yang dinilai menyulitkan pelaku usaha. Misalnya, terkait kewajiban PT Timah untuk menjual produk melalui bursa. Ia menilai harga di bursa lebih rendah dibandingkan penjualan langsung, yang justru merugikan BUMN.
“Kebijakan seperti ini perlu dievaluasi. Jangan sampai fleksibilitas perusahaan hilang karena kebijakan yang tidak sesuai dengan realita pasar,” tegasnya.
Selain itu, Nurdin menyoroti pelaksanaan kebijakan penghapusan persetujuan teknis (pertek) berdasarkan instruksi Presiden. Ia meminta agar implementasi kebijakan tersebut tetap mempertimbangkan kebutuhan industri dan konsumen nasional, serta tidak menghambat ekspor.
“Ekspor seharusnya dipermudah, bukan malah dibatasi dengan pertek yang tak perlu. Kementerian Perdagangan harus bisa menjelaskan secara terbuka, komoditas mana yang wajib pertek dan mana yang bisa dibebaskan,” pungkas Nurdin.
Penulis: Muhammad Ali
** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (liputan6.com)