Search

MENGAMANKAN CUAN DAGANG RI

  Dengarkan Berita Ini

MENGAMANKAN CUAN DAGANG RI

Penguatan kerja sama perdagangan bebas secara bilateral dengan negara mitra dagang atau tujuan ekspor potensial dapat mengamankan produk Indonesia dari hambatan perdagangan di negara tujuan sekaligus menyelamatkan triliunan devisa negara


Bisnis, JAKARTA – Laporan Departemen Asia Pasifik IMF pada Februari 2023 lalu yang meninjau mengenai perekonomian Asia yang mulai tumbuh dan berangsur kembali pada kondisi sebelum pandemi Covid-19 menghadirkan asa bagi Indonesia. Terutama untuk kembali menggairahkan ekspor ke beberapa negara mitra.

Dalam laporan tersebut IMF menyebutkan pemulihan ekonomi China dan India akan mendorong perekonomian negara-negara Asia, karena kedua negara tersebut menjadi pasar ekspor bagi banyak negara di kawasan ini. IMF memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Asia dapat meningkat dari 3,8% pada 2022 menjadi 4,7% pada 2023.

Sampai saat ini, China merupakan pasar ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor nonmigas RI ke China pada 2022 mencapai US$63,55 miliar. Sedangkan untuk India, hingga 2022, total perdagangan nonmigas RI-India telah mencapai US$32,7 miliar dan ke depannya diprediksi akan terus meningkat.

Pemerintah tentunya terus mengupayakan agar ekspor Indonesia tetap tidak turun. Terlebih lagi, Kementerian Perdagangan menargetkan nilai ekspor nonmigas pada 2023 bisa mencapai US$289,76 miliar atau lebih tinggi dari realisasi ekspor nonmigas sepanjang 2022 yang tercatat US$275,96 miliar.

Beberapa hal yang dilakukan, antara lain mendorong peningkatan kerja sama perdagangan dengan sejumlah negara sehingga bisa mengurangi hambatan ekspor Indonesia. Dengan India belum lama ini misalnya, pemerintah berencana merealisasikan target perdagangan kedua negara sebesar US$50 miliar.

Target perdagangan kedua negara itu disepakati bersama oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri India Narendra Modi pada 2019. Hingga 2022, total perdagangan nonmigas RI-India telah mencapai US$32,7 miliar atau tumbuh 55 persen secara tahunan. Indonesia pun tengah berupaya merealisasikan perjanjian tarif preferensial (PTA) dengan India.

Saat bertandang ke India, Maret lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, mengatakan berupaya merealisasikan target itu dengan menjalin hubungan yang intensif bersama pemerintah dan pelaku usaha India, termasuk membahas beberapa hal yang dianggap menghambat upaya peningkatan perdagangan bilateral kedua negara.

Mendag Zulhas juga meminta agar India tidak jadi mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) untuk serat stapel viskosa atau benang rayon Indonesia. Produk ini merupakan bahan baku pendukung industri tekstil India yang dapat meningkatkan ekspor tekstil India ke dunia.

Seperti diketahui, sebelumnya Directorate General Trade Remedies (DGTR) India mengenakan BMAD untuk beberapa produk ekspor Indonesia seperti produk benang pintal poliester dan uncoated paper. Sedangkan untuk produk Flat Rolled Product of Stainless Steel (FRPSS) terkait dengan kebijakan antisubisidi.

Selain India, data Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI mencatat Filipina, Amerika Serikat dan Madagaskar juga menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) di luar bea masuk MFN (Most Favored Nation) sebagai instrumen safeguard measures produk-produk dari Indonesia di antaranya semen, sabun, crystalline silicon photovoltaic cell dan linear low density polyethylene.

Selamatkan Devisa

Perlakuan hambatan perdagangan produk Indonesia tentunya disikapi serius oleh Direktorat Pengamanan Perdagangan pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag. Mendag Zulhas mengatakan, selama 2022, Kemendag berhasil memenangkan 17 kasus hambatan perdagangan di luar negeri dan menyelamatkan devisa negara sebesar US$718,7 juta atau setara Rp11,3 triliun.

“Pemerintah Indonesia telah berhasil mengamankan devisa negara sebesar Rp11,3 triliun dari pemenangan berbagai kasus hambatan perdagangan produk-produk Indonesia di luar negeri. Pemerintah Indonesia akan terus berupaya mengatasi hambatan-hambatan terhadap produk-produk Indonesia di pasar mancanegara,” kata Mendag Zulhas.

Menurutnya, dalam persaingan perdagangan internasional saat ini, setiap negara anggota WTO berupaya menggunakan instrument trade remedies secara maksimal untuk menjaga daya saing industri dalam negerinya masing-masing, meskipun saat ini penggunaannya semakin mengarah pada proteksi yang berlebihan.

Lebih lanjut Mendag Zulhas mengungkapkan, 17 kasus penyelidikan trade remedies seperti antidumping, antisubsidi dan safeguards serta hambatan teknis perdagangan berupa kebijakan negara mitra dagang yang menghambat akses pasar ekspor Indonesia yang berhasil diselesaikan dan dimenangkan Indonesia terjadi di beberapa negara di antaranya India, AS, Filipina, Jerman, Turki, Brazil, Ukraina dan Madagaskar.

Kasus tersebut terdiri atas 4 kasus tuduhan antidumping, 1 kasus tuduhan antisubsidi, 7 kasus safeguard, dan 5 kasus hambatan teknis perdagangan. Kemenangan pemerintah dalam kasus-kasus tersebut memberikan kepastian kelancaran ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan yang dihambat.

Upaya pengamanan perdagangan dilakukan melalui penyampaian sanggahan-sanggahan (submisi) terhadap otoritas negara penuduh yang melakukan penyelidikan trade remedies atau hambatan teknis perdagangan terhadap produk ekspor Indonesia sekaligus memfasilitasi dan mendukung perusahaan Indonesia untuk banding ke WTO.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso menambahkan, perlawanan keras terhadap upaya-upaya yang menghambat masuknya produk Indonesia ke suatu negara memang harus dilakukan, dengan tujuan untuk mengamankan potensi perolehan devisa Indonesia dari kegiatan ekspor.

Pada Januari – Februari 2023, hambatan yang sedang ditangani oleh Kemendag berjumlah 25 kasus Trade Remedies yang terdiri dari 11 kasus antidumping, 6 kasus antisubsidi, 6 kasus safeguard dan 2 kasus Circumvention yang berasal dari 12 negara mitra dagang. Selain itu, ada 8 kasus hambatan teknis perdagangan dari 5 negara mitra yang sedang ditangani.

“Adanya upaya-upaya menghambat masuknya produk Indonesia ke suatu negara mengindikasikan bahwa produk-produk kita memang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Jadi, apapun risikonya, Kemendag akan menghadapi hambatan perdagangan yang ditujukan pada produk-produk ekspor Indonesia tersebut,” ungkap Dirjen Budi.

Ekonom Senior UI Faisal Basri mengatakan trade remedies memang meningkat setelah pandemi, karena mereka mencoba melindungi ekonomi dan industrinya. Pasalnya, saat mereka mencoba bangkit dari krisis akibat pandemi sudah keburu dihantam oleh goncangan baru berupa kenaikan inflasi global yang akibat krisis Rusia-Ukraina dan ditambah ancaman resesi global.

Dalam hal membuktikan tudingan dari negara tujuan ekspor, kata Faisal, Kemendag melalui atase perdagangan terutama di Ditjen Perdagangan Luar Negeri harus melakukan koordinasi dan perlindungan secara diplomasi perdagangan. Selain itu, butuh penguatan juga di dalam negeri dengan menguatkan industri dalam negeri semisal alas kaki dan tekstil yang melemah semisal melalui insentif atau mencari akses pasar baru.

Senada, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan perlu kesiapan kementerian terkait untuk mampu membuktikan bahwa tudingan kita menjalankan kebijakan yang tidak sejalan dengan aturan WTO itu tidak benar. Menurutnya, banyak negara yang menerapkan trade remedies dalam rangka memenangkan persaingan dan itu diperbolehkan WTO.

“Nah apa upaya yang harus dilakukan, saya kira peran Kemendag berkoordinasi dengan Kedubes, Konjen dan lembaga lain untuk bertugas melakukan pengamanan produk Indonesia yang mengalami hambatan teknis maupun mengalami tuduhan trade remedies di negara tujuan ekspor sekaligus juga melindungi pasar dalam negeri akibat masuknya produk impor dengan harga tidak wajar (akibat praktik dumping maupun subsidi),” jelasnya kepada Bisnis, Sabtu (8/4/2023).

Pasar Alternatif

Selain tetap menjaga pasar ekspor di negara-negara mitra dagang utama, Kementerian Perdagangan juga berupaya meningkatkan perdagangan ke pasar nontradisional, seperti kawasan Eurasia melalui Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-Uni Ekonomi Eurasia (IEAEU–FTA) yang beranggotakan Rusia, Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, dan Armenia.

Perundingan ini diluncurkan Mendag RI Zulkifli Hasan dan Menteri Perdagangan UEE Andrey Slepnev pada 5 Desember 2022 dan mencakup beberapa hal di antaranya perdagangan barang, pengamanan perdagangan, hambatan teknis perdagangan dan kerja sama serta pengamanan perdagangan.

Kementerian Perdagangan mencatat, pada 2022 total perdagangan RI-Uni Ekonomi Eurasia sebesar US$4,35 miliar atau tumbuh 30,66 persen secara tahunan. Ekspor RI berupa minyak sawit, kopra, perangkat televisi, bagian mesin, karet alam, dan kopi ke kawasan itu mencapai US$1,5 miliar, sedangkan impornya sebesar US$2,86 miliar sehingga masih terjadi defisit.

Selain itu, pemerintah juga berupaya membantu untuk mendorong perluasan pasar ekspor bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) agar bisa melakukan ekspor ke pasar-pasar negara nontradisional seperti kawasan Uni Ekonomi Eurasia dan pasar lain di kawasan Asia Selatan yakni Pakistan dan Bangladesh.

Sedangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berupaya memperkuat kerja sama perdagangan, investasi, dan inovasi di Asia Tenggara dalam keketuaan Indonesia di Asean. Apalagi, saat ini Kadin Indonesia juga menjadi Ketua Asean Business Advisory Council (Asean-BAC) atau Dewan Penasihat Bisnis Asean.

Salah satu upaya yang digulirkan Asean-BAC untuk meningkatkan kerja sama perdagangan kawasan dengan berkeliling melakukan kunjungan bisnis, terutama ke negara yang memang sudah menjadi mitra dagang Indonesia sejak lama di antaranya Singapura, Filipina, Malaysia, Vietnam dan Kamboja.

Harus diakui, proses integrasi ekonomi kawasan Asean tergolong lambat. Perdagangan dan investasi antarnegara Asean masih rendah dan cenderung stagnan dibandingkan kerja sama perdagangan mereka dengan negara-negara luar kawasan. Hal ini menjadi peluang bagi pemerintah dan Kadin dalam kapasitasnya sebagai ketua Asean untuk meningkatkan volume perdagangan dan investasi di kawasan.

Ketua Asean-BAC yang juga Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid membenarkan mewujudkan sentralitas dan soliditas ekonomi kawasan tidak mudah. Pascapandemi Covid-19 setiap negara Asean mencoba melakukan proteksi perdagangan dan mengutamakan kepentingan negaranya demi pemulihan ekonominya.

“Harus diakui, tiap negara memiliki kepentingan nasionalnya termasuk kita. Namun, krisis karena pandemi dan imbas perang dagang Tiongkok-AS, perang Rusia-Ukraina memberikan kita pelajaran penting, bahwasanya kita harus meminimalisir ketergantungan pada negara besar. Sudah saatnya kita lebih meyakinkan bahwa Asean merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan sesama anggota,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (4/4/2023).

Selama lawatan, Asean-BAC mendorong dialog kemitraan antar sektor swasta dan juga dengan pemerintah melalui reformasi kebijakan, meningkatkan kemitraan perdagangan intra Asean bahkan dengan dialogue partner melalui Asean Free Trade Agreement dengan negara-negara maju, termasuk dengan China yang memang merupakan mitra dagang terbesar bagi ekonomi kawasan ini.

Penulis: Wahyu Arifin & Sholahuddin Al Ayyubi

** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (bisnisindonesia.id)

  • Share