Kementerian Perdagangan Tak Akan Cabut Permendag Kebijakan Impor Tuntutan Buruh
Massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar aksi demo di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Rabu 3 Juli 2024. Dalam aksinya massa buruh menyerukan penolakan PHK pada industri tektil dan jasa logistik. Selain itu buruh juga menyerukan dicabutnya Cabut Permendag No 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi buruh mendesak agar pemerintah mencabut Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan ini dinilai sebagai biang kerok pemutusan hubungan kerja atau PHK buruh di industri tekstil dan produk tekstil.
Kedatangan buruh itu tak menjumpai Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas. Yang mewakili Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu adalah pelaksana harian Direktur Impor Kementerian Perdagangan Iman Kustiaman. Perihal tuntutan buruh, Iman menyatakan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 itu tak akan dicabut.
"Artinya, percayalah kepada pemerintah bahwa kami juga sedang mencoba mencari bagaimana instrumen terbaik. Bukan mencabut Permendagnya. Kalau Permendag dicabut impor akan bebas," kata Iman di hadapan belasan perwakilan organisasi buruh dan pekerja di gedung Kementerian Perdagangan, Jalan M. I. Ridwan Rais Road, Nomor 5, Jakarta Pusat, Rabu, 3 Juli 2024.
Iman juga menjelaskan perihal maraknya impor tekstil dari Cina yang masuk ke Indonesia. Soal impor tekstil tersebut, dia menjelaskan, bahwa kementeriannya sudah bekerja menggunakan instrumen lain seperti pengelolaan bea masuk. "Termasuk BMAD (pengenaan bea masuk antidumping), itu sedang kami konstruksikan," ucap dia.
Alasan lain yang disampaikan oleh Iman dalam pertemuan itu bahwa, sebagai negara, Indonesia tidak berdiri sendiri. Negara ini terlibat berhubungan dengan negara lain. "Jika kami menerapkan hal yang sifatnya pembatasan, nanti barang-barang kita tidak bisa diekspor ke luar negeri," tutur dia.
Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusmawan, mengatakan perwakilan buruh tidak mendapatkan tanggapan pasti perihal permintaan pencabutan peraturan soal kebijakan impor tersebut. "Kami belum mendapatkan sesuatu hal yang sangat berarti bagi para anggota kami yang ada di seluruh wilayah yang bekerja di sektor TPT," ujar dia seusai menemui anak buah Zulhas.
Pada pertemuan tersebut, Iwan didampingi sejumlah pengurus PSN Jawa Tengah, PSN Jawa Barat, PSN DKI Jakarta, organisasi pekerja lainnya yang tergabung dalam KSPI. Seusai pertemuan itu, dia menyatakan akan memberi waktu selama lima hari untuk melihat respons Kementerian Perdagangan atas tuntutan mencabut Permendag.
Dia menyatakan, buruh akan kembali mendatangi kantor Zulhas ini untuk mendesak pencabutan peraturan menteri tersebut pada 8 Juli 2024. "Karena ada beberapa catatan dari Kementerian Perdagangan, yang akan dilaporkan kepada Bapak Menteri," ucap Iwan.
Tujuan kedatangan buruh adalah menagih respons Menteri Zulhas. Jika respons itu tidak mencabut peraturan tersebut, kata dia, maka dipredikasi akan semakin banyak buruh kena pemutusan hubungan kerja. "Kalau responsnya ternyata masih sama, PHK akan terjadi di mana-mana," kata dia.
Dia mengatakan orang yang kena PHK itu akan dibawa ke depan Zulhas di Kementerian Perdagangan. "Kami akan hadirkan di sini, kami perlihatkan kepada Pak Menteri, 'Ini loh, dampak dari Permendag Nomor 8/2024," ucap Iwan.
Menurut dia anggota SPN terkena PHK mencapai 27 ribu orang. Mereka yang mendapat pemutusan kerja itu berasal dari anggota PSN Jawa Tengah, PSN Jawa Barat, dan PSN DKI Jakarta. Jumlah puluhan ribu buruh yang diberhentikan itu yang dilaporkan dan tercatat tiga bulan terakhir di 2024.
Salah satu contoh yang terdampak, kata dia, adalah buruh yang bekerja di PT Unitex Tbk. di Bogor, Jawa Barat. Dia menyatakan, perusahaan tekstil itu awalnya memiliki 3 ribu karyawan. Setelah PHK, karyawan perusahaan itu kini tinggal 140 orang. "Terdampak luar biasa. Ini artinya apa?" ujar dia.
Selain PT Unitex, perusahaan lain yang terdampak adalah PT Lawe Adyaprima Spinning Mills dan PT Grandtex Jaya Indonesia di Bandung, Jawa Barat. "Ini (perusahaan) sudah habis. Ini bukan sesuatu hal yang abu-abu," ujar dia.
Penulis: Ikhsan Reliubun
** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (bisnis.tempo.co)