Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan komitmennya dalam menghadapi berbagai tantangan industri lada nasional, termasuk fluktuasi pasar global, produktivitas tanaman, serta hambatan perdagangan. Komitmen ini disampaikan dalam peringatan Hari Lada Internasional 2025 yang diselenggarakan oleh International Pepper Community (IPC) di Jakarta, awal pekan ini.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan pemerintah terus mendorong ketahanan dan daya saing industri lada nasional di tengah tekanan global yang meningkat.
Menurutnya, industri lada menghadapi berbagai tekanan, seperti ketegangan perdagangan internasional, dinamika geoekonomi, isu keberlanjutan, serta meningkatnya tuntutan dari pelaku usaha dan konsumen. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi lintas sektor.
"Kolaborasi erat pemerintah, organisasi internasional, dan komunitas bisnis menjadi kunci dalam menghadapi tensi perdagangan global saat ini," kata Djatmiko sebagaimana mengutip dari rilis resmi Kemendag, Kamis (1/5/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Djatmiko menyampaikan apresiasi kepada Direktur Eksekutif IPC periode 2021-2025, Firna Azura Ekaputri Haji Marzuki (Malaysia), serta menyambut Marina Novira Anggraini (Indonesia) sebagai Direktur Eksekutif IPC periode 2025-2028. Ia berharap kepemimpinan baru tersebut dapat memperkuat inovasi dan membuka pasar baru.
IPC merupakan organisasi antar pemerintah di sektor lada yang beranggotakan tujuh negara utama penghasil lada.
"Kami harap, kepemimpinan baru ini akan semakin membawa semangat inovasi dan diversifikasi pasar untuk memperluas jangkauan lada di pasar dunia," ujarnya.
Sekadar catatan, Indonesia saat ini merupakan produsen lada terbesar ketiga di dunia, dengan luas lahan mencapai 163 ribu hektare (ha). Nilai ekspor lada pada 2024 tercatat lebih dari US$311 juta (sekitar Rp5,15 miliar), meningkat 105,80% dibanding tahun sebelumnya. Namun, sektor ini masih menghadapi tantangan besar, termasuk turunnya produktivitas akibat pohon tua, serangan penyakit, dan keterbatasan fasilitas pengolahan.
Direktur Perundingan Antar Kawasan dan Organisasi Internasional Kemendag Natan Kambuno, menguraikan strategi penguatan industri lada agar tetap kompetitif di pasar global.
“Pemerintah Indonesia mendorong beberapa strategi pengembangan, antara lain, intensifikasi tanaman, pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas, peningkatan produk bernilai tambah, hingga penguatan promosi internasional," jelas Natan.
Di sisi lain, rencana penerapan tarif impor baru oleh Amerika Serikat terhadap produk lada turut menjadi perhatian. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif IPC 2021-2025, Firna, yang menilai kebijakan tersebut tidak relevan karena AS bukan negara produsen lada.
"Tingginya impor lada hitam bukan disebabkan alih produksi, melainkan karena tanaman ini tidak dapat tumbuh di wilayah AS. Lada tidak mengambil lapangan kerja petani AS," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IPC 2025-2028, Marina, mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersatu dan berdiskusi demi menemukan solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi industri lada saat ini. "Upaya ini dijalankan untuk sekaligus mendorong perdagangan lada yang berkelanjutan, inovatif, dan inklusif," pungkasnya.
Penulis: Pramesti Regita Cindy
** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (Bloombergtechnoz.com)