ILUSTRASI. Harga Referensi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk periode Oktober 2025 sebesar US$ 963,61 per metrik ton (MT). ANTARA FOTO/ Akbar Tado/bar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan menetapkan Harga Referensi (HR) minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk periode Oktober 2025 sebesar US$ 963,61 per metrik ton (MT).
Angka ini naik US$ 8,89 atau 0,93% dibandingkan HR CPO September 2025 yang tercatat US$ 954,71/MT.
Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1991 Tahun 2025 tentang HR CPO yang Dikenakan Bea Keluar (BK) dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) yang berlaku 1–31 Oktober 2025.
“HR CPO naik menjauhi ambang batas sebesar US$ 680/MT. Merujuk PMK yang berlaku, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$ 124/MT dan pungutan ekspor (PE) CPO sebesar 10% dari HR CPO periode Oktober 2025, yaitu US$ 96,3606/MT,” ujar Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Tommy Andana dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).
BK CPO Oktober 2025 merujuk pada Kolom Angka 7 Lampiran Huruf C PMK Nomor 38 Tahun 2024 sebesar US$ 124/MT. Sementara PE CPO merujuk pada Lampiran I PMK Nomor 30 Tahun 2025, yakni 10% dari HR CPO.
Adapun penetapan HR CPO diperoleh dari rata-rata harga periode 25 Agustus–24 September 2025 di Bursa CPO Indonesia (US$ 889,19/MT), Bursa CPO Malaysia (US$ 1.038,02/MT), dan harga Port CPO Rotterdam (US$ 1.233,93/MT).
Sesuai Permendag Nomor 46 Tahun 2022, jika selisih rata-rata tiga sumber harga melebihi US$ 40, maka HR dihitung dari dua sumber harga terdekat dengan median.
Dengan metode tersebut, HR Oktober 2025 dihitung dari Bursa CPO Indonesia dan Bursa CPO Malaysia, menghasilkan angka US$ 963,61/MT.
Selain itu, minyak goreng Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) palm olein dalam kemasan bermerek dengan berat bersih maksimal 25 kilogram dikenakan BK sebesar US$ 31/MT. Penetapan merek ini tercantum dalam Kepmendag Nomor 1992 Tahun 2025.
Tommy menambahkan, kenaikan HR CPO periode ini dipengaruhi meningkatnya permintaan global, terutama dari India, yang tidak diimbangi dengan kenaikan produksi.
Penulis: Shintia Rahma Islamiati
** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (kontan.co.id)