Search

Ekspor Gambir Sumbar, Peluang Bisnis Hilirasi, dan Cerita Menteri Budi

  Dengarkan Berita Ini

Sumbar ekspor 27 ton gambir ke India, disaksikan Mendag Budi. Sumbar adalah sentra gambir, menyuplai 80% kebutuhan global. Hilirisasi diperlukan untuk meningkatkan nilai ekonomi.

Seorang petani tengah memetik daun gambir di kebun daerah Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat pertengahan tahun ini./ Bisnis - Muhammad Noli Hendra.

Bisnis.com, PADANG - Gambir telah menjadi komoditas ekspor andalan Sumatra Barat ke India. Kali ini, pelepasan ekspor disaksikan langsung oleh Menteri Perdagangan RI Budi Santoso.

Dalam seremoni pelepasan ekspor, Menteri Budi menyatakan Sumbar merupakan daerah sentra perkebunan gambir di Indonesia. Wilayah ini menjadi daerah pemasok terbesar di Tanah Air ke pasar global dengan pangsa mencapai 80%.

“Untuk kedua kalinya saya melakukan pelepasan ekspor di Padang. Dulu ekspor ikan tuna, dan sekarang ekspor gambir. Karena memang untuk ikan tuna dan gambir Sumbar memiliki produksi yang besar di Indonesia. Saya senang, bisa mengetahui secara langsung terkait perdagangan gambir ini,” katanya di Padang, Selasa (18/11/2025).

Dalam kegiatan ini, 27 ton gambir milik PT. Salimbado Jaya Indonesia yang di ekspor ke India. Komoditas gambir sendiri memiliki pangsa pasar yang besar di India, Pakistan, Bangladesh, dan Nepal.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, Budi menyebut harga gambir masih tergolong murah, dan kondisi ini membuat petani gambir tidak bisa mendapatkan hasil kerja keras secara maksimal. Padahal, komoditas yang dihasilkan petani untuk kebutuhan pasar dunia, dan seharusnya petani gambir bisa lebih sejahtera secara ekonomi.

Dari hal itu, Mendag Budi menegaskan salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah perlu adanya hilirisasi gambir, agar produk ini tidak hanya dijual dalam bentuk mentah, tapi dalam bentuk produk jadi.

“Karena hasil olahan gambir ini memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk bersaing di pasar internasional, ketimbang dalam bentuk mentahnya. Karena bicara katekin gambir, ternyata katekin ini bisa didapatkan dari kulit mete,” ujarnya.

Katekin gambir adalah senyawa alami yang diekstrak dari daun gambir, berfungsi sebagai antioksidan kuat dengan banyak manfaat kesehatan dan kecantikan, seperti mengatasi diare, radang, dan masalah kulit. Karena itu, dia meminta pengembangan gambir dilakukan langsung dari daerah yang menjadi sentranya, yakni Sumbar.

“Kami berharap ke depan gambir bisa seperti ginseng bagi Indonesia,” ujarnya.

Dia menyebutkan sederet perjanjian dagang yang sudah dirampungkan atau dalam proses penyelesaian, seperti Indonesia–EU CEPA, Indonesia–Kanada CEPA, Indonesia–Peru CEPA, hingga rencana Indonesia–Eurasia FTA. Dikatakannya, semua kesepakatan ini bertujuan mempermudah akses produk Indonesia di banyak negara.

Selain gambir, Mendag menilai Sumbar memiliki komoditas ekspor yang sangat menjanjikan seperti kopi, tuna, pinang, dan kakao. Ia menambahkan, ekspor pertanian nasional tumbuh 34% tahun ini dan Sumbar diharapkan ikut mengambil peluang tersebut. Mendag juga memaparkan perkembangan ekspor nasional yang terus menunjukkan tren positif. Hingga September, ekspor Indonesia tumbuh 8,14% dengan nilai 209 miliar dolar AS. Sementara itu, ekspor UMKM naik signifikan hingga 48,1% meski kontribusinya masih 4,69%.

Budi menjelaskan bahwa 37% eksportir Indonesia sebenarnya berasal dari kalangan UMKM. Namun sebagian besar belum masuk kategori hilirisasi, sehingga nilai ekspornya masih terbatas. Kendati demikian, dia memastikan pemerintah terus membuka ruang agar UMKM semakin berani dan siap menembus pasar global.

Kemendag juga sedang menggenjot program UMKM Bisa Ekspor, di mana produk unggulan Sumbar seperti gambir, kopi, sawit, hingga tuna dinilai sangat potensial. UMKM yang ikut program ini akan dikurasi lalu dipertemukan secara online dengan buyer mancanegara, lengkap dengan pendampingan atase perdagangan di 33 negara.

Hingga Oktober, program tersebut telah memfasilitasi 1.049 UMKM dengan nilai transaksi mencapai 130 juta dolar AS. Menariknya, 70% diantaranya merupakan UMKM pemula yang baru pertama kali menembus pasar ekspor.

Pimpinan PT. Salimbado Jaya Indonesia Sepdi Tito menjelaskan bahwa produksi gambir Sumbar mencapai 16.000 hingga 20.000 ton per tahun. Namun, pasar gambir kini mulai terdesak oleh persaingan katekin dari kulit mete serta suplai katekin dari pabrik pemurnian di Indonesia.

Selain itu, dia juga melihat aturan atau regulasi yang menjadi pedoman hukum dalam penetapan harga gambir ini juga belum ada di pemerintah, sehingga buyer menetapkan harga sesuai kondisi pasar. “Kami melihat aturan atau regulasi perdagangan gambir ini perlu diterbitkan pemerintah, sehingga dapat berdampak kepada harga ditingkat petani, dan petani pun jadi sejahtera,” harapnya.

Lalu Tito bilang persoalan turunnya harga gambir bukan soal kualitas, dan petani tidak perlu disalahkan, dan eksportir pun sulit untuk disalahkan terkait harga ini. Akan tetapi, tak menentunya harga komoditas gambir ini, karena tidak ada pedoman aturan hukumnya, dan kondisi ini membuka peluang bagi buyer di India menetapkan harga seenaknya saja.

“Kami berharap, Sumbar yang sebagai sentra gambir di Indonesia, harusnya pertumbuhan ekonomi di daerah dapat dirasakan adanya keberadaan perkebunan gambir, dan kemudian petani pun bisa lebih maju kondisi ekonominya, bila pemerintah membuat sebuah aturan atau regulasi yang mengatur perdagangan gambir ini,” kata Tito.

Harapan Gubernur Mahyeldi

Di kesempatan ini, Gubernur Sumbar Mahyeldi juga mengatakan bahwa luas lahan gambir di Sumbar pada 2024 mencapai 28.760 hektar, tersebar di enam kabupaten dan kota. Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi sentra terbesar dan disusul dari Kabupaten Pesisir Selatan, sementara produksi gambir meningkat menjadi 25.818 ton pada 2024, dengan kontribusi mencapai 80% kebutuhan dunia.

Namun Mahyeldi mengakui ekspor gambir masih sangat sensitif terhadap kondisi global, terutama karena 80% tujuannya masih India. Dia juga menyoroti tantangan di Pelabuhan Teluk Bayur yang belum optimal dalam menopang ekspor non-CPO sehingga banyak eksportir memilih pelabuhan di luar Sumbar.

Untuk itu, Mahyeldi meminta dukungan Kemendag terkait penataan tata niaga ekspor gambir, percepatan penyelesaian HS code produk turunannya, serta perluasan pasar agar ekspor tidak lagi bergantung pada satu negara. Dia menyatakan Pemprov Sumbar siap bersinergi dengan semua pihak untuk memperkuat industri gambir.

Gubernur juga mengapresiasi produk turunan seperti sabun dan kopi gambir yang dipamerkan PT. Salimbado Jaya Indonesia, sebagai bukti nyata bahwa hilirisasi gambir sangat memungkinkan. Dia menyebutkan telah mencoba kopi gambir tersebut dan berharap suatu hari minuman itu dapat menjadi ikon baru Sumbar.

Penulis: Muhammad Noli Hendra

** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (bisnis.com)

  • Share