Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto menjadi narasumber pada Diskusi Kelompok Terpumpun/FGD dengan tema "Peluang dan Tantangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dalam Perspektif UUD 45" yang diselenggarakan oleh Brain Society Center (BSC) di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (11 Des).
Dalam paparannya, Mendag menjelaskan bahwa RCEP pertama kali dicetuskan Indonesia pada tahun 2011. Dalam perjalanannya, kehadiran RCEP menjadi semakin penting di tengah ketidakpastian situasi perekonomian, perdagangan, dan investasi dunia serta kontraksi yang kuat akibat penyebaran pandemi COVID-19.
Pada 15 November 2020, pemerintah negara anggota ASEAN beserta Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan, dan RRT menyatakan bahwa perundingan RCEP telah selesai dan diikuti dengan penandatanganan teks Perjanjian RCEP oleh para menteri dari ke-15 negara dengan disaksikan masing-masing kepala negara/pemerintahannya.
Mendag menjelaskan mengenai manfaat bagi Indonesia dari adanya Perjanjian RCEP, yaitu kepastian dan keseragaman aturan perdagangan, peningkatan kegiatan penanaman modal/investasi, peningkatan akses pasar barang dan jasa Indonesia, peningkatan kapasitas dan peran UMKM, dan peningkatan transformasi ekonomi digital.
Namun, terdapat tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia dengan adanya persaingan yang tinggi dalam memasuki pasar negara mitra dan dalam negeri, sehingga menciptakan kondisi pasar yang sangat kompetitif. Hal ini juga akan mengakibatkan adanya reformasi kebijakan yang massif.
Turut hadir juga pada kesempatan ini, yaitu Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo; Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bayu Krisnamurthi; dan Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi.