Mendag: Distributor Nakal Jual MinyaKita Melebihi HET, Izin Bisa Dicabut
Mendag Budi Santoso. (KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A)
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, ada sanksi pencabutan izin distribusi jika distributor menjual harga Minyakita di atas harga eceran tertinggi (HET). Namun, sebelum menerapkan sanksi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bakal memberi peringatan terlebih dulu.
"Ada (ada sanksi jika distributor nakal). Kan kita ingatkan, kita peringatkan dulu, kalau dia tetap melakukan itu ya kita cabut izin. Izin distributornya kita cabut," ujar Budi usai rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Sementara itu, dalam rapat bersama Komisi VI, Budi mengungkapkan bahwa sudah disepakati sebelumnya jika harga jual Minyakita di pasar tradisional tak boleh lebih tinggi dari HET. Untuk mendukung kebijakan itu, Kemendag menyediakan harga harian barang kebutuhan pokok sebagai instrumen evaluasi selama Ramadhan 1446 Hijriah ini.
Selain itu, Kemendag juga sudah meminta kepada produsen minyak goreng agar meningkatkan penyaluran pasokan Minyakita sebanyak dua kali lipat selama hari besar keagamaan nasional bulan Ramadan dan Idul Fitri 2025. "Kami sudah memanggil seluruh produsen dan mereka sepakat untuk memasok dua kali lipat. Distribusi dan penyaluran Minyakita difokuskan pada pengecar di pasar seluruh Indonesia," ungkap Budi. Baca juga: Pedagang MinyaKita Mengeluh, Harga Tinggi dan Harus Bundling dengan Merek Lain
Kemudian, Kemendag juga telah mengirimkan surat kepada asosiasi pelaku usaha industri kelapa sawit seperti Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, serta 40 produsen minyak goreng terkait evaluasi rantai distribusi. Kemendag mengimbau agar para produsen tidak melakukan bandering minyak.
Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI, Mulan Jameela, menyoroti harga jual minyak goreng Minyakita yang mahal di pasaran. Menurut Mulan, harga eceran yang ditetapkan pemerintah ternyata tak diikuti oleh realisasi harga jual kepada masyarakat. Sehingga ia mempertanyakan kondisi tersebut kepada Mendag Budi Santoso.
"Berdasarkan data yang ada, Bulog memperoleh pasokan Minyakita dari produsen dengan harga Rp 13.500 per liter. Kemudian didistribusikan dengan harga Rp 14.500 per liter ke pengecer," ujar Mulan saat rapat Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Bulog di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin.
"Sementara harga jual ke konsumen ditetapkan Rp 15.700. Data yang di sini saya lihat, harga di lapangan Rp 17.200. Minyakita Rp 17.200. Ini kan sangat jauh, bagaimana Kemendag menyikapi kejadian seperti ini?" katanya.
Tak hanya harga minyak, Mulan juga menyinggung soal harga sejumlah bahan pokok lainnya. Misalnya, harga cabai rawit yang dilaporkan oleh Kemendag Rp 81.700 per kilogram (kg).
Namun, fakta di lapangan harga jual cabai rawit ada yang mencapai Rp 120 ribu per kg. "Bawang putih (disebutkan) Rp 44.200, harga di lapangan Rp 60.000. Bawang merah juga kurang lebih seperti itu. Artinya ini harga yang mencuat di pasaran," ungkap Mulan.
"Belum lagi daging, harganya juga sama (naik). Ini yang saya ingin sampaikan adalah kenapa di sini kesannya seperti aji mumpung. Mumpung lagi puasa, sama mau Lebaran, ya sudah suka-suka saja deh harganya naik," jelasnya.
Anggota DPR dari Partai Gerindra itu kemudian menyinggung kondisi di daerah pemilihan (dapil)-nya, di mana para istri dimarahi oleh suami. Sebab, uang belanja yang diberikan oleh suami ternyata tidak mencukupi untuk membeli bahan pangan.
"Ini salah satu ungkapan cerita para emak-emak di dapur. Mudah-mudahan harga pokok bisa terjaga tidak hanya di hari-hari biasa, tapi juga hari besar," tambahnya.
Penulis: Dian Erika Nugraheny, Aprillia Ika
** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (kompas.com)