Search

Lepas dari Tuduhan Dumping, Indonesia Siap Rebut Kembali Pasar Kertas Pakistan

  Dengarkan Berita Ini

Lepas dari Tuduhan Dumping, Indonesia Siap Rebut Kembali Pasar Kertas Pakistan


Menteri Perdagangan Budi Santoso. (Foto: Mery Handayani/VOI)

JAKARTA - Indonesia bersiap untuk merebut kembali dominasi pasar kertas Pakistan yang dihambat sejak 2018 lalu. Optimistis tersebut sejalan dengan Indonesia berhasil terbebas dari tuduhan dumping.

Sekadar informasi, Pengadilan Tinggi Lahore (LHC), Pakistan memutuskan untuk membatalkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) kertas Indonesia secara permanen pada November 2024. Keputusan ini menjadi titik balik bagi produsen dan eksportir kertas Indonesia untuk kembali mendorong ekspor ke Pakistan.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan, keberhasilan ini tidak lepas dari upaya Kemendag melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) dan pelaku usaha yang telah bekerja sama dalam melakukan pembelaan.

Lebih lanjut, Budi bilang upaya pembelaan tersebut dilakukan sejak inisiasi penyelidikan awal pada 2016 hingga peninjauan kembali (sunset review), di antaranya melalui pengiriman submisi pembelaan dan konsultasi dengan otoritas penyidik Pakistan.

“Pembatalan BMAD kertas Indonesia secara permanen oleh Pengadilan Tinggi Lahore menjadi titik balik yang memberikan angin segar bagi produsen dan eksportir kertas Indonesia. Dengan dihapuskannya BMAD, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk kembali menguasai pasar kertas Pakistan,” kata Budi dalam keterangan resmi, Senin, 17 Maret.

Sejak 2015, sambung Budi, Indonesia merupakan negara pemasok utama kertas di Pakistan dengan pangsa sebesar 70,5 persen, jauh lebih tinggi dibanding Tiongkok yang tercatat hanya 7,7 persen.

Namun pada 2017 hingga 2018, lanjut Budi, Indonesia menghadapi tantangan perdagangan berupa tuduhan dumping oleh Pakistan terhadap produk kertas (uncoated writing and printing paper) dengan kode HS 480255, 480256, dan 480257.

Merespons tuduhan tersebut, Komisi Tarif Nasional Pakistan (NTC) menerapkan BMAD selama lima tahun yang berlaku pada 30 Maret 2018 hingga 30 Maret 2023. NTC berupaya memperpanjang bea masuk tersebut pada November 2023, namun dibatalkan oleh LHC pada November 2024.

“Kebijakan yang telah berlaku tersebut berdampak pada ekspor kertas Indonesia ke Pakistan. Semula mencapai 57,3 juta dolar AS pada 2018, kemudian mengalami penyesuaian menjadi 32,4 juta dolar AS pada 2021. Namun, pada 2022, ekspor kertas Indonesia ke Pakistan kembali bangkit dengan naik menjadi 49,1 juta dolar AS,” beber Budi.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan, meskipun sempat berfluktuasi, industri kertas Indonesia tetap memiliki potensi besar untuk kembali bangkit dan merebut kembali pasar Pakistan.

Dengan permintaan yang terus meningkat, impor kertas Pakistan dari dunia memiliki pertumbuhan rata-rata 7,1 persen per tahun selama 2019 hingga 2023. “Jika dimaksimalkan dengan strategi yang tepat, ekspor kertas Indonesia ke Pakistan berpotensi tumbuh signifikan hingga mencapai 61,3 juta dolar AS pada 2030. Hal ini menjadi langkah positif bagi Indonesia untuk memperkuat daya saingnya dan kembali menjadi pemasok utama kertas di pasar Pakistan,” ujar Budi.

Penulis: Mery Handayani

** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (voi.id)

  • Share