CPO-Kopi Masih Jadi Primadona Ekspor Non-Migas RI di 2024
Foto: Andy Li/Unsplash
Jakarta - Kementerian Perdagangan mengatakan komoditas crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit, kopi, hingga kakao masih akan menjadi primadona atau andalan ekspor non migas Indonesia.
"Iya (CPO, kopi, hingga kakao jadi primadona ekspor non migas). Memang sekarang kan kopi sudah juga. Rasanya itu aja ya, yang produk-produk kehutanan juga, tetapi itu sudah diolah menjadi kertas, mebel, dan lain sebagainya," terang Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Kemendag, Didi Sumedi, ditemui di Kemendag, Jumat (5/1/2024).
Didi menerangkan, pada sektor manufaktur juga tetap digenjot untuk mendorong ekspor Indonesia. Dia meyakini, pemerintah terus berusaha mengimbangi untuk ekspor baik dari komoditas maupun manufaktur.
Menurut Didi, sektor manufaktur juga menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan ekspor komoditas. "Bukan tidak diandalkan (manufaktur), bukan itu masalahnya, karena memang potensi yang komoditas masih kita tetap lakukan, dan manufaktur tentu kita dorong karena itu nilai tambahnya lebih tinggi dibanding komoditas dari sisi nilai tambah," jelas dia.
"Kita imbang, yang komoditas kita terus, yang manufaktur kita carikan pasar-pasar yang bisa kita jual," lanjut dia.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas juga mengatakan CPO memang menjadi salah satu komoditas yang menjadi andalan untuk ekspor non migas. Namun, komoditas non migas termasuk barang tambang tetap digenjot, seperti batu bara, nikel khususnya hilirisasi, dan manufaktur.
"Tetap CPO dan batubara hilirisasi seperti nikel dan manufaktur," jelas dia dalam konferensi pers, di Kemendag, Kamis (4/1/2024) kemarin.
Untuk pengembangan pasar ekspor, Zulhas mengatakan akan memperluas ke negara-negara non tradisional. "Kalau RRT (China) turun (ekonominya) sekarang India, Pakistan. Pakistan itu kalau tidak salah tahun lalu surplusnya US$ 3 miliar, Bangladesh kita surplus US$ 2 miliar, Mesir, Malaysia ini yg baru-baru pasar ASEAN besar sekali ada Thailand dan Filipina," ujarnya.
"Jadi kita cari pasar baru selain juga membuat produk-produk kita memiliki nilai tambah seperti hilirisasi," tambah dia.
Neraca perdagangan Indonesia periode Januari-November 2023 yang tercatat surplus US$ 33,63 miliar masih terhitung tinggi meskipun nilai ini turun US$ 16,91 miliar dibanding tahun lalu. Neraca perdagangan Indonesia pun tercatat tetap surplus selama 43 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
"Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia selama Januari-November 2023 adalah sebesar US$ 236,41 miliar. Nilai ekspor nonmigasnya sendiri tercatat sebesar US$ 221,96 miliar," ungkap Zulhas.
"Tiga negara tujuan utama ekspor nonmigas kita adalah Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan India," imbuhnya.
Sementara itu, impor secara kumulatif selama Januari-November 2023 mencapai USD 202,78 miliar atau turun 6,80% (YoY). Nilai impor nonmigas Indonesia pada periode tersebut adalah USD 170,32 miliar dengan tiga negara asal impor nonmigas utama Tiongkok, Jepang, dan Thailand.
Zulhas menyampaikan Kemendag terus mendorong kinerja ekspor melalui kemudahan dan kepastian hukum. Pada 2023, Kemendag menerbitkan dua Permendag mengenai ekspor. Keduanya adalah Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Selain itu, Kemendag mendorong pemberian stimulus bagi pelaku usaha dan eksportir untuk kemudahan ekspor dengan menghapus biaya pembelian Formulir Surat Keterangan Asal (SKA). Ketentuan ini diatur dalam Permendag Nomor 34 Tahun 2023 tentang Perubahan Keempat atas Permendag Nomor 24 Tahun 2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Asal untuk Barang Asal Indonesia.
Penulis: Aulia Damayanti
** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (finance.detik.com)