Begini Rancangan Kebijakan Ekspor CPO Lewat Bursa Berjangka
Jakarta: Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyelenggarakan kegiatan Konsultasi Publik Kebijakan Ekspor Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil/CPO) Melalui Bursa Berjangka di Indonesia.
Plh Kepala Bappebti Isy Karim menjelaskan, ekspor CPO melalui bursa berjangka diharapkan dapat menciptakan bank data CPO yang akurat serta sejalan dengan UU 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK), yang menegaskan salah satu tujuan PBK adalah sebagai sarana penciptaan harga (price discovery) dan pembentukan harga acuan (price reference) yang transparan.
Nantinya, bursa CPO yang ditunjuk pemerintah harus terpercaya, baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga harus mampu memberikan layanan yang optimal kepada pelaku usaha. Biaya transaksi CPO di bursa juga harus kompetitif atau minimal sama dengan biaya transaksi CPO yang dilakukan selama ini oleh pelaku usaha Indonesia di bursa Malaysia.
"Diharapkan, kebijakan yang akan dijalankan dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan kontrak jangka panjang (long term contract) dan mudah dalam pelaksanaannya," ujar Isy dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 Juni 2023.
Sementara itu, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Ditjen Daglu Farid Amir menerangkan, ekspor melalui bursa berjangka komoditi hanya akan mengatur CPO dengan HS 15111000 dan tidak termasuk produk turunannya. Hal ini dipilih karena CPO tersebut volumenya tidak terlalu besar, sehingga saat implementasi tidak menimbulkan goncangan yang terlalu besar pula.
"Selain itu, pihak-pihak yang berhak melakukan ekspor adalah Eksportir Terdaftar (ET) dan memiliki Hak Ekspor (HE) yang diperoleh dari pemenuhan atas kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan/atau dari pihak yang mengalihkan HE atas pemenuhan DMO," jelas Farid.
Farid juga memaparkan, alur bisnis proses dari kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka tidak ada perubahan yang signifikan. Pada kebijakan ini ada penambahan satu proses sebelum eksportir melakukan ekspor CPO, yaitu harus ditransaksikan di bursa berjangka untuk kemudian diterbitkan bukti pembelian CPO oleh bursa. Bukti pembelian ini adalah dokumen yang akan digunakan dalam pemrosesan Persetujuan Ekspor (PE).
Aturan, tata cara, dan mekanisme
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita menjelaskan Rancangan Peraturan Bappebti dan Rancangan Peraturan dan Tata Tertib Bursa. Menurutnya, Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Perdagangan Pasar Fisik untuk Ekspor CPO yang mengatur, antara lain tata kelola bursa CPO dan lembaga kliring CPO, persyaratan perizinan bursa CPO dan lembaga kliring CPO, tata cara perdagangan di bursa CPO, mekanisme pengawasan oleh Bappebti dan bursa CPO, mekanisme penyelesaian perselisihan dan force majeur.
Sementara, Peraturan Tata Tertib (PTT) ekspor CPO melalui bursa berjangka berisi ketentuan lebih teknis yang mencakup persyaratan dan tata cara penerimaan peserta penjual/peserta pembeli, hak dan kewajiban peserta penjual/peserta pembeli, biaya jaminan transaksi, mekanisme pengawasan, mekanisme penyerahan fisik CPO dan force majeur.
"Dalam prosesnya, ketiga kebijakan/ketentuan teknis tersebut harus komprehensif dan sinergis sehingga perlu mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan. Kebijakan ekspor CPO juga harus selaras dengan kebijakan pemenuhan kebutuhan CPO dalam negeri, sehingga tidak memberatkan pelaku usaha," terang Olvy.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Juan Permata Adoe menyampaikan, kebijakan-kebijakan yang dibuat harus dapat diterima oleh pelaku usaha. "Selain itu, diharapkan penghasilan devisa dari CPO ini dapat stabil. Sehingga, kebijakan ekspor CPO melalui bursa ini berdampak positif bagi industri," pungkasnya.
Penulis: Husen Miftahudin
** Tulisan ini berasal dari tautan berikut ini. (www.metrotvnews.com)